Assalamualaikum kawan!

Balik lagi di edisi book review “Salihah Mom’s Diary” bab Membangun Komunikasi Dengan Anak. Tahukah kita? untuk membangun sebuah komunikasi yang sehat antara ibu dan anak bukanlah sebuah tugas yang mudah. Sepertinya setiap ibu yang baru saja memiliki seorang anak pastilah melewati fase tersulit dalam membangun komunikasi dengan anak-anak mereka.

Pada bab ini akan dibahas bagaimana sih cara membangun komunikasi yang baik antara ibu dan anak, begitu juga ke ayahnya. Yuk simak sampai akhir tulisan ini ya kawan! Agar kita tahu bagaimana sih cara yang tepat dalam menjalin komunikasi dengan anak-anak kita.

Membangun Komunikasi Dengan Anak

Membangun Komunikasi Dengan Anak – Pertanyaannya, apakah ibu tidak bekerja akan jauh lebih berhasil membangun komunikasi dengan anaknya ketimbang ibu yang bekerja?

“Ya iyalah, secara lebih banyak waktunya”

“Ya belum tentu juga sih, semua tergantung quality time antara si ibu dan anak”

Seperti itulah kira-kira respon sebagian besar ibu-ibu. Tapi berbeda dengan kisah ibu Syarifatul Ummah. Beliau adalah seorang ibu yang sebagian waktunya harus dihabiskan di luar rumah. Ya, dia seorang wanita karir.

Baginya, tidak adil rasanya jika ibu yang bekerja dianggap tidak mampu membangun kelekatan dengan anak (bonding). “Bekerja atau tidak seorang ibu bukanlah urusan mereka. Yang penting kita sebagai ibu yang bekerja juga harus tahu diri dalam mengelola waktu dengan baik agar hak-hak anak tidak terabaikan,” tegas Bu Syarifatul.

Baginya, letak masalah dalam hal membangun komunikasi dengan anak bukan berpatokan pada ibu bekerja atau tidak, melainkan komitmen setiap ibu sebagai orang tua.

“Kok Syaima itu kalau ngomong bisa terbuka banget, ya, sama ibunya. Padahal ibunya kerja, kan, jarang ketemu anak, tapi kayaknya dekat banget”

Ya, Syaima sudah ditinggal kerja oleh ibunya sejak ia usia 40 hari. Namun, saat dia masuk Taman Kanak-kanak (TK), banyak ibu-ibu yang berpendapat demikian. Hal ini membuat heran ibu Syarifatul, karena beliau menganggap biasa saja hubungan yang ia bangun dengan anaknya.

Akhirnya ibu Syarifatul mencoba untuk menelaah tahapan apa saja yang dia lakukan dalam membangun kedekatan dengan putrinya. Berikut tahapannya :

Ubah Mindset sebagai Ibu

Mungkin selama ini kita menganggap celotehan anak biasa saja. Mulai dari sekarang mari kita ubah mindset bahwa setiap celotehan anak itu berharga.

‘celotehan anakku menarik untuk disimak’

Celotehannya yang menarik bolehlah untuk kita tuliskan ulang, baik di buku harian atau ke media sosial. Sebab, kita akan menemukan banyak inspirasi dari cerita-cerita mereka. Begitupun yang dirasakan oleh ibu Syarifatul.

Respon dengan Tepat

Berikan pertanyaan agar mereka tahu kita menyimaknya dengan sangat baik dan suka dengan cerita mereka.

Ibu Syarifatul mengaku bahwa sering kali mendapati Shakeel, anaknya, bercerita tentang tokoh kartun yang itu-itu saja dengan cerita yang sama juga secara berulang.

Baginya, jika kita merespon cerita si anak dengan, “Iya…kamu ini ceritanya itu-itu melulu kayak enggak ada cerita yang lain. Bosen, nih, ibu dengarnya. Sudah ibu ganti baju dulu.”

Maka beristighfarlah wahai ibu-ibu. Itu sama saja kita telah menyakiti hati anak. Meskipun mereka belum paham bagaimana rasa sakit hati, tapi perkataan tadi akan membekas di alam bawah sadar mereka dan ini akan mempengaruhi perkembangan psikis anak.

Alangkah lebih baik jika kita merespon sejenak celotehan anak kita dengan memberi perhatian yang membuatnya senang.

“Terus musuhnya kalah atau masih melawan?”

Atau bisa juga dengan…

“Wow, Ultraman-nya tidak lelah, ya, saat melawan?”

Yakinlah bu, anak-anak akan lebih bersemangat menanggapi respon kita. Baru setelahnya ibu-ibu boleh mengajukan pernyataan, “Ibu mau ganti baju dulu ya, nanti kita nonton bareng lagi ya.”

In syaa Allah kualitas komunikasi kita dengan anak akan jauh lebih baik.

Seni Menutup Percakapan

“Wah, berarti kalau kamu bisa kayak gitu, kamu keren Syaima. Kamu bisa lebih baik dari yang sekarang asalkan kamu lebih sabar saja kalau ngerjain gambarnya. Besok ibu mau lihat gambar lagi ya.”

Salah satu bentuk apresiasi ibu Syarifatul ketika menutup percakapan dengan putrinya. Baginya, kalimat penutup yang membangun dan yang memberi tahu bahwa kita menunggu kelanjutan cerita akan membuat anak merasa dihargai oleh ibunya. Ini juga salah satu trik agar anak tidak protes dengan ibunya yang bekerja.

Jadikan Anak Teman

Kebanyakan orang tua memposisikan mereka sebagai tertua dan paling paham akan segala hal. Sikap ini sebenarnya kurang tepat jika diterapkan ke anak jika kita menginginkan kedekatan komunikasi terjalin.

Menurut ibu Syarifatul untuk menjadi orang tua yang baik semestinya kita memposisikan hubungan ibu dan anak layaknya seorang teman. Ya, seperti berbicara kepada teman, kita pasti akan mengalir saja berbagi cerita.

Sikap seperti ini bagi ibu Syarifatul bisa sangat efektif untuk menimbulkan empati anak ke kita, dengan begitu pun mereka jadi lebih paham bagaimana berbagi rasa ke ibunya.

Ada sebagian yang bilang, “Anak kecil umur segitu jangan dibebani. Masa cerita sedih dikasih tahu ke anak?”

Bagi ibu Syarifatul justru anak harus tahu cerita sedih kita dari sejak dini agar mereka tahu wujud rasa sedih. Kelak jika anak kita tumbuh dewasa dan merasakan hal yang sama, maka dia akan mencari kita untuk bercerita, bukan ke yang lain.

Cari Tahu Karakter Anak

Bagi ibu Syarifatul, mengetahui karakter anak adalah tugas sulit bagi ibu bekerja. Maka dari itu dia memilih untuk menggunakan jasa STIFIN untuk mengetahui karakter anaknya.

Setiap anak itu unik, jadi jangan kita perlakukan semua anak kita sama. Kita harus bersikap yang tepat ke masing-masing anak sesuai karakter mereka agar anak-anak kita paham dan mampu mengikuti maksud didikan kita, sebagai orang tua.

Jujur Kepada Anak

Hal ini seperti cermin, menurut ibu Syarifatul. Karena jika sejak dini kita sudah mencontohkan hal yang tidak jujur ke anak, maka tak heran jika anak tumbuh dengan pola yang sama nantinya.

Biasanya hal ini sering terjadi pada kasus rengekan anak yang tak henti menuntut sesuatu. Dan tidak sedikit ibu-ibu yang akhirnya menyerah dan menjanjikan sesuatu yang tidak dipenuhi. Karena mereka menganggap, si anak pasti sudah lupa, yang penting mereka diam dulu dari rengekannya.

Misal,

“Iya, nanti ibu beli”

Hai ibu-ibu, bagi yang sudah terlanjur melakukannya, banyakin istighfar ya bu. Janji pada dirinya kalau selanjutnya tidak akan melakukan hal yang sama lagi. Sebab, tanpa kita sadari, kitalah yang menginvestasikan perilaku itu ke anak-anak kita.

Jika ibu-ibu menginginkan anaknya tumbuh jadi pribadi jujur, maka jadilah sosok yang jujur bagi mereka sejak dini.

Keteladanan Harus Tetap Ada

Rumus keteladanan :

Melihat, mengamati, menilai, dan mengikuti

Meskipun ibu Syarifatul dan anaknya berkomunikasi layaknya teman. Namun, untuk peraturan lainnya, salah satunya dalam hal ibadah, ibu Syarifatul sangat tegas.

Baginya, mengajarkan anak tentang keutamaan ibadah tidak perlu dengan kata-kata, cukup dengan keteladanan. Beliau mengaku cukup membiasakan anak-anaknya dengan aktifitas ibadah yang ia lakukan. Dari sana anak akan merekam dan melakukan hal yang serupa.

Ibu Syarifatul mengaku pernah mendapati anaknya sedang asyik bermain tanpa mengenakan jilbab. Tiba-tiba si anak berlari ke dalam rumah dan berkata, “Astaghfirullah, aku lupa pakai kerudung, auratku bisa kelihatan ini.”

Itu kejadian Syaima usia 4 tahun, dan ibu Syarifatul sudah membiasakan Syaima mengenakan jilbab sejak usia 3 tahun. Dari kejadian ini mengajarkan kita bahwa komunikasi baik bisa terbangun dengan keteladanan ibu sebagai sosok terdekat sang anak.

Ma syaa Allah kisah ibu Syarifatul dan anak-anaknya sangat memberi inspirasi bagi kita ya kawan. Semoga kisah beliau bisa menjadi teladan bagi kita dalam mendidik anak-anak kita kini dan nanti. Karena saya sepakat bahwa komunikasi merupakan modal bagi investasi berakhlak atau tidaknya anak-anak kita kelak.

Jangan biarkan anak-anak kita tumbuh berbagi dengan teman sebayanya, sebab kontrol tidak akan bisa kita kuasai dalam melindungi anak-anak kita. Namun sebaliknya, jika anak-anak sudah nyaman dengan peran kita, maka kemana pun mereka berkelana, tetap kita tempat pelabuhan curahan hati mereka. Dengan begitu, kontrol pendidikan anak ada di genggaman kita.

Seru ya kawan ulasan bab kedua dari buku “Salihah Mom’s Diary” ini? Semoga bab Membangun Komunikasi Dengan Anak bisa menjadi sebuah bacaan yang berfaedah bagi kita, para perempuan, yang notabenenya adalah seorang pendidik. Yuk bekali diri kita dengan wawasan yang bermanfaat! Agar kelak banyak generasi yang berkualitas lahir dari rahim kita. Aamiin 🙂 Salam Inspirasi!

Membangun Komunikasi Dengan Anak
Tagged on:                                                                         

25 thoughts on “Membangun Komunikasi Dengan Anak

  • November 25, 2020 at 12:44 pm
    Permalink

    Aku pinjem buku ini dari adik adik pinjam lagi deh seru bener berkualitas seorang pendidikan shalihah pokoknya ulasan mantap

    Reply
    • December 16, 2020 at 5:03 am
      Permalink

      Iyes bener bund. Gak nyesel lah punya bukunya 😁

      Reply
  • November 25, 2020 at 1:53 pm
    Permalink

    Wowww keren ulasan buku nya.. jadi pengen koleksi deh.. di semua gramedia apakah sudh tersedia??

    Reply
    • December 16, 2020 at 5:04 am
      Permalink

      Sepertinya gak masuk Gramedia lah bund. Karena mereka nerbitin Indi. Mungkin bisa ke instagramnya aja utk pemesanan

      Reply
  • December 2, 2020 at 10:42 am
    Permalink

    Merasa bersalah saat anak bubling tapi saya malah menganggapnya seperti celoteh tanpa arti. Kadang menganggap anak umur 8 bulan tidak akan merespons apapun jika kita menanggapi apa yang dia omongkan. Saya hanya kurang pemahaman dan rasa sabar saja. terima kasih sudah berbagi informasi bun.

    Reply
    • December 16, 2020 at 5:04 am
      Permalink

      Yes bener bund.
      Semua tahap motorik dan sensorik anak itu berarti ternyata, sesederhana apapun

      Reply
  • December 2, 2020 at 12:09 pm
    Permalink

    Wah bermanfaat banget kak share kayak gini, walaupun aku belum menjadi ibu. Tapi kelak bermanfaat buat aku kedepannya. Terima kasih kak

    Reply
    • December 16, 2020 at 5:05 am
      Permalink

      Masama mba ❤️🤗

      Reply
  • December 2, 2020 at 3:01 pm
    Permalink

    Perlu banget ni belajar tentang karakter anak, jangan sampe jadi Ibu yang ga adil sama anaknya

    Reply
    • December 16, 2020 at 5:05 am
      Permalink

      Iisshh iya kan bund,
      Semangat kita ya bund

      Reply
  • December 2, 2020 at 4:52 pm
    Permalink

    Mashaallah.. salut banget sm ibunya syaima. Skrg aku lgi di tahap mencoba utk lebih bersabar krn ankku sedang masuk masa aktif² nya.. mudh2n aku bs mencontoh ibunya syaima ..

    Reply
    • December 16, 2020 at 5:05 am
      Permalink

      Sama kita bund 😁🤭
      Semangat buunndd

      Reply
  • December 2, 2020 at 10:30 pm
    Permalink

    membesarkan dan mendidik anak memang pelajaran yang gampang gampang susah. aku juga belajar untuk menjadi teman yang baik untuk anakku, membiarkan dia bercerita, tapi meang buatku agak susah untuk menegaskan atau menolak karena kadang ga tega melihat dia sedih dan kecewa. tapi setelah baca ini aku harus belajar untuk lebih komunikatif dengan anak.

    Reply
    • December 3, 2020 at 7:00 pm
      Permalink

      Semangat mengasuh dan mengasih Bund ❤️

      Reply
    • December 16, 2020 at 5:06 am
      Permalink

      Yes bener banget ya kan mba.
      Aku juga merasa demikian

      Reply
  • December 3, 2020 at 1:20 am
    Permalink

    Huhuuu bener banget.. tenyta budaya membohongi supaya diam itu tdk selamanya baik.. akan ada akibatnya di belakang.. memang utk skrg kita blm merasakan..

    Reply
    • December 3, 2020 at 6:59 pm
      Permalink

      Yes bener banget kak

      Reply
    • December 16, 2020 at 5:06 am
      Permalink

      Iya bund 🥺 ekstra hati-hati mengambil sikap sebagai orang tua

      Reply
  • December 3, 2020 at 1:37 am
    Permalink

    Bukunya menarik nih kak, sepertinya cocok untuk bahan bacaan buat calon ibu maupun yang sudah jadi ibu. Kebetulan aku lagi cari buku-buku kayak gini buat dibaca. Thank you for sharing ya kak

    Reply
    • December 3, 2020 at 6:59 pm
      Permalink

      Lagi….
      Isilah titik-titik di atas 😂🤭

      Reply
    • December 16, 2020 at 6:02 am
      Permalink

      Masama mba. Iya bener mba. Karena penulisnya juga para ibu 😊

      Reply
  • December 3, 2020 at 1:59 am
    Permalink

    Huhuhuu bener bgt.. bnyak anak2 yg curhat apapun sm tmen sebayanya.. pdhal tmennya juga btuh bimbingan .. malah sm org tuanya tertutup.. nggak nyaman utk cerita2 hal2 pribadinya.. pengen beli bukunya nih.. ada promo gak sih

    Reply
    • December 3, 2020 at 6:59 pm
      Permalink

      Naahh itu dia. Butuh ekstra pantau

      Reply
    • December 16, 2020 at 6:02 am
      Permalink

      Japri aja langsung mba ke Instagram penulisnya 😁

      Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *